Diambil dan dipahami dari buku “
Perkembangan Pikiran Terhadap Agama”, Karya K. H. Zainal Arifin Abbas
Ada satu penyebab
dan faktor yang kita tidak boleh mengabaikannya yaitu setelah pikiran manusia
mengalami berbagai cobaan dan pengalaman, maka manusia itu mau kembali kepada agama
yang sebenar-benarnya agama, pada kalimat agama yang asli, bebas dari campuran
lainnya. Karena agama ini diturunkan dalam keadaan suci dan murni kemudian
manusia mengaduk dan mencampurnya dengan pikiran dan kebiasaannya, maka agama
tersebut tidak lagi murni, terjadilah pembelotan dan penyelewengan pada makna
kalimat agama itu tersendiri. Dan maksud dengan kembali disini bukan kembali
pada agama yang dipahami menurut konsepsi oleh ahli agama.
Manusia mudah takluk
dan tunduk dibawah kekuasaan agama, tapi tidak mau terikat dengan segala
sesuatu yang disebutkan dalam kitab ilmu kalam, karena disana banyak sekali
pemahaman dan percakapan yang tidak semestinya berada disana.
Begitu juga; manusia
mau percaya dengan utusan tuhan (Nabi dan Rasul), tapi tidak mau terikat dan
percaya dengan apa yang pernah dipahami orang terhadap perkataan Nabi dan
Rasul. Begitu juga percaya pada kitab-kitab langit, tapi tidak mau terikat
dengan pemahaman orang dalam memahami kitab langit tersebut.
Ringkasnya,
seseorang mau beragama, tetapi dia menganut agama sesuai dan berdasarkan
pertimbangan akal dan pikirannya melalui ilmu pengetahuan yang dia dapat.
Walaupun jalan yang dia tempuh susah, tapi ada kepuasan. Dan bagaimanapun agama
yang didapatkan melalui proses akal pikiran akan lebih baik dari hanya
men-taklid saja. Yang istimewanya lagi, orang yang mendapatkan agama melalui
akal dan pikiran, biasanya berakhlak baik dan hanya dengan akhlak baik itulah
satu-satunya usaha yang paling penting dalam mengembangkan agama itu sendiri. Inilah
salahsatu alasan kenapa sebahagian orang berpindah dari satu agama ke agama
lainnya. Dan berakhlak baik menjadi standar dan magnet untuk menarik orang lain
bergabung dengan agama yang kita anut dan percayai.