1. Hadits Sahih
a. Sanadnya
Ibnu Shalah
mendefinisikannya dengan:
هو الحديث المسند الذي يتصل إسناده بنقل
العدل الضابط عن العدل الضابط إلى منتهاه ولا يكون شاذا ولا معللا .[1]
Artinya: ” Hadits Shohih adalah:
Hadits yang sanadnya bersambung dengan penukilan oleh orang yang adil lagi
dhobith dari orang yang adil lagi dhobith dan seterusnya sampai selesai, tanpa
adanya penyimpangan maupun cacat.”
Imam
Nawawi mendefinisikan dengan:
Artinya: “Hadits shohih adalah: Hadits
yang sanadnya bersambung dengan orang-orang yang adil lagi dhobith tanpa adanya
penyimpangan dan cacat.”
Setelah kita ketahui definisi hadits
shahih, maka segala syarat hadits sahih terdapat dalam definisi tersebut:[3]
1.
Bersambung Sanad; yaitu setiap perawi mengambil lansung
dari perawi diatasnya sampai kepada Rasulullah.
والمتصل: ما سَلِم إسنادُه مِنْ سقوطٍ فيه،
بحيث يكون كلٌّ مِنْ رِجاله سمعَ ذلك المرويَّ مِن شيخه
2.
Adil Perawi; yaitu perawinya harus muslim, baligh,
berakal, tidak fasik dan menjaga marwahnya.
والمراد بالعدل: مَنْ له مَلَكَةٌ
تَحْمِلُه على مُلازَمة التقوى والمروءة.
والمراد بالتقوى: اجتناب الأعمال السيئة من
شِرْك أو فسقٍ أو بدعةٍ.
والمروءة ذكر جمهور فقهاء الشافعية أنها السائر
بسيرة أمثاله في زمانه ومكانه.
وقيل: التوقي عن الأدناس.
وقيل: أن لا يعمل في السرِّ ما يستحيا منه
في العلانية[4]
3.
Ketelitian (dhabith) yang sempurna (tam);
yaitu ada dua jenis dhabith:
والضبط:
أ - ضبطُ صَدْرٍ: وهو أن يُثْبِت ما سمعه
بحيث يتمكَّنُ من استحضاره متى شاء.
ب- وضبطُ كتابٍ: وهو صِيانَتُهُ لديه منذ
سمع فيه وصححه إلى أن يُؤَدِّيَ منه.[5]
·
Pertama dhabith sadr ( kuat hafalan) maksudnya
kuat sekali hafalan didalam dada dan kepalanya, dan tidak akan berubah
hafalannya sampai mati dirinya.
·
Kedua dhabith kitab, maksudnya tidak ada
kesalahan dalam harakatnya, tidak ada coretan orang lain pada catatan haditsnya
dan tidak hilang buku catatan haditsnya.
4.
Tiada Syadz; yaitu tidak menentang haditsnya dengan para
perawi hadits lain yang lebih terpercaya melebihi dirinya.
والشاذُّ لغةً: المنفرد، واصطلاحاً: ما
يخالِف فيه الراوي مَنْ هو أرجحُ منه
5.
Tiada ‘Illah; yaitu tidak ada suatu cacat yang tersembunyi
sehingga mempengaruhi keabsahan hadits.
Contoh hadits yang
punya segala syaratnya:[6]
حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعم عن أبيه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قرأ في المغرب بالطور
Uraiannya:
1. Hadits ini bersambung sanadnya, karena setiap perawi
mendengar dan mengambil dari guru mereka, adapun ‘an’anah disana dikatagori
dalam bersambung, kerena Malik dan Ibnu Syihab bukan orang – orang yang tidak
jujur.
2. Perawinya adil dan teliti:
1. Malik bin Anas
seorang yang terpercaya dan teliti.
2. Ibnu Syihab azZuhri, dia seorang ahli fiqh, hafidh, dan
semua beranggapan bahwa dia sangat teliti dan orang yang mulia.
3. Muhammad bin Jabir, seorang yang terpercaya.
4. Jabir bin Mut’aim, seorang sahabat.
3. Hadits diatas tidak katagori Syadz, tidak ada hadits lain
yang lebih kuat yang menghalangi kesahihan hadits ini.
4. Hadits diatas tidak ada cacatnya, baik pada perawinya
ataupun pada matannya.
[2] Jalaluddin Assuyuthy, Tadribu arrawi fi syarh ‘ala taqrib
annawawi, (Bairut: Maktabah Alkautsar, Cet. 2, 1995), h. 61
[4]
Ibnu Hajar
AsQalany, Nazhah anNadhar fi Taudhihi Naukhbati Fikri
Fi Musthalahi Ahli Atsar, Cet. 1, (Riyadh: maktabah alMalik Fahd
alWathaniyah, 2001), h. 69.
[5]
Ibnu Hajar
AsQalany, Nazhah anNadhar fi Taudhihi Naukhbati Fikri
Fi Musthalahi Ahli Atsar, , h. 70